Maesha adalah namaku, orang-orang dan keluargaku biasa memanggilku dengan Echa. Aku anak terakhir dari 2 bersaudara dan aku memiliki seorang kakak laki-laki bernama Radit. Keluarga kami, yang termasuk keluarga kecil, hidup dengan sederhana dan selalu rukun. Oya, aku dan kakakku Radit berbeda umur cukup jauh, 5 tahun tepatnya perbedaan umur kami.
Ya, kami hidup begitu sederhana dan apa adanya tetapi berusaha untuk selalu mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada keluarga kami. Ayah dan ibuku mampu menyekolahkan kami dengan baik dan memenuhi kebutuhan hidup kami. Begitu bahagia rasanya memiliki orang tua seperti mereka. Meski terkadang kami dimarahi, tapi sekarang kami sudah dewasa dan mengerti bahwa saat itu mereka memarahi aku dan kakakku karena kesalahan kami sendiri. Hanya saja saat itu kami masih terlalu dini untuk mengerti kesalahan kami.
Terkadang ada saatnya aku dan kakakku tidak dapat memiliki apa yang kami inginkan, karena keterbatasan orang tua kami. Tetapi kami berusaha untuk menerima dan mengerti keterbatasan mereka dan kami tetap berterima kasih kepada orang tua yang telah merawat dan begitu menyayangi kami.
Sampai ketika pada suatu saat, aku dan Radit tidak mengerti masalah apa yang sedang menimpa keluarga kami. Ya, mungkin Radit sudah mengerti, karena dia sudah lebih dewasa dariku. Saat itu, umurku masih 11 tahun dan duduk di kelas 6 SD. Siang itu, aku hanya mengikuti langkah ibu dan saudaraku ke sebuah gedung yang tertera tulisan “Pengadilan Agama Bekasi”. Aku mengikuti suatu proses persidangan, proses persidangan perceraian kedua orang tuaku. Hatiku begitu sedih, gelisah dan tidak mengerti harus bagaimana. Di usiaku yang begitu muda, aku harus mengalami hal seperti ini, perpisahan orang tua. Begitu sakit untukku harus menerima kenyataan ini, kenyataan di mana aku tidak memiliki keluarga yang utuh dan bahagia lagi seperti dulu selayaknya teman-temanku yang memiliki keluarga utuh.
Kemudian, perpisahan orang tuaku berlangsung selama kurang lebih satu tahun. Dan selama satu tahun itu aku hanya tinggal bertiga dengan ibu dan kakakku Radit. Hingga pada suatu ketika aku menginjak kelas 1 SMP, orang tuaku rujuk kembali. Bahagia begitu menyelimuti hatiku dan yang terpikir olehku adalah aku dan Radit memiliki orang tua yang utuh dan lengkap seperti dulu.
Sampai saat ini, kejadian itu belum hilang dari ingatanku dan setiap kali aku mengingatnya, sedih yang ada dalam benakku. Saat ini, aku dan keluargaku hidup normal dan bahagia kembali. Aku sangat bersyukur kepada-Nya atas apa yang telah Ia berikan.
Ya, kami hidup begitu sederhana dan apa adanya tetapi berusaha untuk selalu mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada keluarga kami. Ayah dan ibuku mampu menyekolahkan kami dengan baik dan memenuhi kebutuhan hidup kami. Begitu bahagia rasanya memiliki orang tua seperti mereka. Meski terkadang kami dimarahi, tapi sekarang kami sudah dewasa dan mengerti bahwa saat itu mereka memarahi aku dan kakakku karena kesalahan kami sendiri. Hanya saja saat itu kami masih terlalu dini untuk mengerti kesalahan kami.
Terkadang ada saatnya aku dan kakakku tidak dapat memiliki apa yang kami inginkan, karena keterbatasan orang tua kami. Tetapi kami berusaha untuk menerima dan mengerti keterbatasan mereka dan kami tetap berterima kasih kepada orang tua yang telah merawat dan begitu menyayangi kami.
Sampai ketika pada suatu saat, aku dan Radit tidak mengerti masalah apa yang sedang menimpa keluarga kami. Ya, mungkin Radit sudah mengerti, karena dia sudah lebih dewasa dariku. Saat itu, umurku masih 11 tahun dan duduk di kelas 6 SD. Siang itu, aku hanya mengikuti langkah ibu dan saudaraku ke sebuah gedung yang tertera tulisan “Pengadilan Agama Bekasi”. Aku mengikuti suatu proses persidangan, proses persidangan perceraian kedua orang tuaku. Hatiku begitu sedih, gelisah dan tidak mengerti harus bagaimana. Di usiaku yang begitu muda, aku harus mengalami hal seperti ini, perpisahan orang tua. Begitu sakit untukku harus menerima kenyataan ini, kenyataan di mana aku tidak memiliki keluarga yang utuh dan bahagia lagi seperti dulu selayaknya teman-temanku yang memiliki keluarga utuh.
Kemudian, perpisahan orang tuaku berlangsung selama kurang lebih satu tahun. Dan selama satu tahun itu aku hanya tinggal bertiga dengan ibu dan kakakku Radit. Hingga pada suatu ketika aku menginjak kelas 1 SMP, orang tuaku rujuk kembali. Bahagia begitu menyelimuti hatiku dan yang terpikir olehku adalah aku dan Radit memiliki orang tua yang utuh dan lengkap seperti dulu.
Sampai saat ini, kejadian itu belum hilang dari ingatanku dan setiap kali aku mengingatnya, sedih yang ada dalam benakku. Saat ini, aku dan keluargaku hidup normal dan bahagia kembali. Aku sangat bersyukur kepada-Nya atas apa yang telah Ia berikan.
0 komentar:
Posting Komentar